Skip to main content

The Book Club

Begitu banyak buku yang dibaca, dan begitu sedikit waktu untuk menulis catatan tentangnya. Saya lupa dimana saya mendengarnya, tapi cukup yakin di sebuah film. Dan itu terjadi selama beberapa bulan ini.

Blog buku ini terbengkalai sejak april tahun ini. Bagi blogger sambilan macam saya, ternyata posting itu menjadi hal sederhana yang berubah jadi tantangan. Rencana sederhana, satu postingan satu bulan mungkin jadi solusi efektif.

Jadi, buku apa yang kita obrolin kali ini.

Pilihan saya adalah The Book Club-nya Mary Alice Monroe.

Jujur saja buku ini terbilang istimewa.
Sejak setahun terakhir kondisi keuangan saya kurang membaik. Dan meningkatnya harga buku jelas menjadi pukulan berat bagi penyuka buku seperti saya. Jadi setelah menimbang dan memutuskan mencoret 'baju untuk lebaran' saya bisa membeli satu dua buku. Buku ini saya beli sebagai hadiah untuk istri saya. Dan itu yang membuatnya jadi istimewa. Saya bukan orang kaya, tapi sejak dulu saya tidak pernah merasakan harus bersusah payah untuk membeli buku, selalu saja ada kemudahan. Tapi kali ini bahkan untuk beberapa buku, saya harus mencoret banyak hal. Baik, cukup sampai disitu saja reality shownya.

Saya suka sampulnya. Apapun kata orang tentang don't judge a book from it's cover, tetap saja ketertarikan saya pada satu buku dipengaruhi oleh desain sampulnya. Untuk buku-buku yang saya sudah tahu atau pernah membaca reviewnya, mungkin sampul tidak terlalu berpengaruh. Tapi berlaku sebaliknya bagi buku-buku yang terbilang baru. Entah itu bukunya yang baru, atau penulisnya yang baru saya tahu.

The book club bercerita tentang dunia wanita. Dan saya, laki-laki yang suka buku detektif, aksi, fantasi, dan sejenisnya, terikat pada buku ini sejak membaca halaman pertama. Itu menambah nilai istimewa bagi buku ini, untuk saya.

Ceritanya mengenai lima wanita. Kalau anda menemukan buku ini, baca saja sampul belakangnya. Persis seperti isinya. Persis dalam artian, mendeskripsikan buku itu secara sangat baik. Hal yang sekarang sudah jarang, karena halaman sampul belakang sekarang seringnya berisi endorsement, atau 'resensi jualan' yang membuat buku terlihat keren, tapi pas dibaca bikin terharu karena untuk kesekian kalinya tertipu.


Dari luar, kelompok itu hanyalah sebuah klub membaca biasa. Tapi bagi lima orang wanita, klub itu adalah sesuatu yang jauh lebih bermakna. Bagi Eve Porter, yang segala keamanan hidup yang telah direncanakannya direnggut karena suaminya mendadak meninggal, klub itu adalah tempat perlindungan. Bagi Annie Blake, seorang pengacara hebat yang berniat memiliki keluarga meski sudah terlambat, klub itu adalah kesempatan untuk menurunkan pertahanan dirinya dan memimpikan banyak kemungkinan lain. Bagi Doris Bridges, klub itu adalah pendukungnya saat dia mengakui bahwa pernikahannya sekarat dan memperoleh kebebasan yang sesungguhnya dalam pengkhianatan suaminya. Bagi Gabriella Rivera, sang istri, ibu, dan sahabat sempurna? yang menawarkan dukungan bagi semua orang tapi enggan meminta dukungan bagi dirinya sendiri, klub itu memberinya suasana kekerabatan. Dan bagi Midge Kirsch, seorang seniman yang selalu menjalani hidup melawan arus, klub itu bagai surga yang menerimanya.
Merekalah lima wanita dengan jalan kehidupan yang berbeda, yang menerima tantangan dalam perubahan hidup mereka. Dan saat mereka berbagi harapan, ketakutan, dan kemenangan, mereka akan berpegang erat pada keajaiban sejati sebuah klub membaca? yaitu persahabatan.

Kutipan identik dari sampul belakang. Dan memang begitulah isi bukunya. Ketika kita sedang di bombardir dengan berbagai buku yang melankolis, mendayu dan membuat banyak wanita menjadi haru biru dengan dunia mimpi ala film korea. Buku ini mengisi bagian kosong, titik yang berbeda. Sudut pandang dengan kata kunci, kekuatan.

Saya membaca buku ini dan menemukan kehidupan wanita 'bangsawan' yang ternyata tak seindah realita karena dipaksa dan dibungkus dengan berlapis-lapis kepalsuan. Saya membaca kisah realistis tentang wanita yang tercabut dari dunia sempurnanya, ketika suami yang menjadi penopang kehidupan meninggal dan menemukan dirinya tak punya apapun untuk bertahan selain kehidupan manja yang diwarisinya selama bertahun-tahun. Saya menbaca cerita seorang wanita yang punya kehidupan keras, wanita rata-rata yang berteman dengan sekelompok wanita sukses. (Dan ini bagian yang sangat saya pahami. Bagaimana rasanya ketika kita yang berada dalam kelas menengah ke bawah dalam data statistik, berteman dengan kalangan 'atas'. Bagaimana rasanya dunia jadi timpang, dengan posisi miring ke bawah di kita, terjepit dan tertekan dengan banyak kesenjangan.)

Buku ini masuk dalam list buku 'tidak akan dipinjamkan dengan alasan apapun'. Selain buku dan kitab islami yang kami kumpulkan satu demi satu sebagai warisan nanti. Ini buku yang saya ingin jaga baik-baik. Buku yang saya tahu, ketika anak-anak saya menjadi orang dewasa, buku ini bisa menjadi salah satu buku yang bisa mereka baca. Buku yang bisa mewakili suara ayah-bunda, karena mungkin saja saat itu kami tak ada lagi.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

3 Serial Karya Enid Blyton Yang Paling Saya Sukai

Lima sekawan, serial paling populer dari penulis Inggris  Enid Blyton . Serial ini yang pertama kali saya baca dari sekian banyak buku karya Blyton yang kemudian saya baca, bertahun-tahun sejak saya masih anak-anak hingga SMA. Tapi dari semua buku Blyton, yang paling saya sukai bukanlah lima sekawan. Ada tiga seri yang saya sukai: Seri Petualangan, The Adventures Series Seri Empat Petualang, The Adventurous Four Seri Empat Serangkai,  The Secret Series Sedikit berbeda dengan lima sekawan, ketiga serial ini memiliki keunikan dalam petualangan mereka. Tempat yang menjadi latar yang umumnya lebih unik dan menarik, juga jalan cerita yang sedikit lebih rumit. Sebut saja Seri Petualangan , yang terdiri dari delapan buku ini, umumnya mengambil setting diberbagai tempat baik di Inggris, scotlandia, hingga ke perairan mediterania.  Delapan buku dalam seri Petualangan, semua judulnya diawali dengan kata 'petualangan' : Petualangan di Lembah Maut  Petualangan di

TIRAI, Penutup Panggung Kehidupan Hercule Poirot

Sejak pertama kali membaca kisah detektif karya 'Diva Novel Detektif' Agatha Christie, saya jatuh cinta dengan karakter Hercule Poirot. Gayanya yang selalu elegan, sok berkelas, dan sangat membanggakan kemampuan analisisnya. Berbeda dengan gaya detektif legendaris Inggris lainnya, Sherlock Holmes. Yang metodenya terkadang tidak masuk akal. Mengenali jenis abu tembakau, mengenali jenis tanah, lumpur yang begitu dilihat langsung dikenali hanya ada di sungai tertentu. Kemampuan deduksi Sherlock pun agak terlalu berlebihan. Sebaliknya, terlepas dari kesombongan dan penilaian yang terlalu tinggi terhadap kemampuannya, Hercule Poirot, lebih manusiawi. Tirai, edisi aslinya Curtain, dirilis tahun 1975. Adalah penutup dari kisah Hercule Poirot. Ada yang unik pada Tirai. Sepertinya Agatha Christie memiliki impian untuk memulai dan mengakhiri kisah Poirot, di Styles. Dimulai di desa Styles, kasus Pembunuhan di Styles merupakan novel perdana Agatha yang memperkenalkan tokoh Herc

Bu Kek Sian Su

Pertama kali saya membaca buku silat karya  Asmaraman S. Kho Ping Ho  adalah ketika saya baru tamat SD. Saat itu saya terpaksa liburan di rumah. Karena menjalani kewajiban yang mesti dijalani oleh semua anak laki-laki, sunat. Ayah saya yang mewariskan kecintaan pada buku dan membaca, memang penyuka Kho Ping Ho, kebetulan juga saat itu menyewa serial silat cina dari satu penyewaan buku di kota Banda Aceh. Buku yang beliau sewa adalah serial Bu Kek Sian Su. Bu Kek Siansu adalah episode pertama yang mengawali serial silat yang keseluruhannya terdiri atas 17 seri  Bu Kek Sian Su, Suling Emas, Cinta Bernoda Darah, Mutiara Hitam, Istana Pulau Es, Kisah Pendekar Bongkok, Pendekar Super Sakti, Sepasang Pedang Iblis, Kisah Sepasang Rajawali, Jodoh Rajawali, Suling Emas dan Naga Siluman, Kisah Para Pendekar Pulau Es, Suling Naga, Kisah si Bangau Putih, Kisah si Bangau Merah, Si Tangan Sakti, dan Pusaka Pulau Es.