Skip to main content

Posts

Titik Nol

Kalau ada cara sederhana untuk mendeskripsikan buku ini, mungkin kata berikut tepat. Sinisme. Tidak bisa tidak, saya merasakan sinisme yang dibalut kepedihan dan kehilangan seorang anak yang kuat membanjiri setiap halamannya. Bagaimanapun Titik Nol adalah Safarnama , catatan perjalanan,   seorang Agustinus Wibowo. Entahlah. Bagi sebagian besar teman yang saya tanyai, buku-buku Agustinus Wibowo adalah representatif petualang dengan segala pesonanya. Bagi saya, membaca Selimut Debu, Garis Batas, dan ditutup dengan Titik Nol, adalah racikan menawan kopi kehidupan. Pahit, tapi disaat yang sama memukau.
Recent posts

The Book Club

Begitu banyak buku yang dibaca, dan begitu sedikit waktu untuk menulis catatan tentangnya.  Saya lupa dimana saya mendengarnya, tapi cukup yakin di sebuah film. Dan itu terjadi selama beberapa bulan ini. Blog buku ini terbengkalai sejak april tahun ini. Bagi blogger sambilan macam saya, ternyata posting itu menjadi hal sederhana yang berubah jadi tantangan. Rencana sederhana, satu postingan satu bulan mungkin jadi solusi efektif. Jadi, buku apa yang kita obrolin  kali ini. Pilihan saya adalah The Book Club -nya Mary Alice Monroe. Jujur saja buku ini terbilang istimewa.

Nobody's Boy

Terus terang, ini bukan buku baru. Buku ini termasuk kelompok buku awal di rak buku saya paska tsunami 2004. Kehilangan hampir seluruh buku yang saya miliki, dan pekerjaan di NGO's setelah tsunami membuat saya agak sedkit terlalu bersemangat dalam membeli buku. Dan setelahnya malah tidak terbaca. Diterbitkan pertama kali oleh Gramedia thn 2010, tapi aslinya  berjudul Sans Famille , Tanpa Keluarga, karangan penulis klasik Perancis, Hector Malot, yang terbit tahun 1878. Sekitar seratus tahun (101 tahun tepatnya) sebelum saya lahir. Buku ini termasuk karya sastra klasik, dan tidak diniatkan sebagai bacaan untuk anak-anak. Meskipun kemudian buku ini malah terkenal sebagai bacaan bagi murid sekolah dasar (bukan di Indonesia T_T ).

Nation

Pernah membaca buku yang mempengaruhi pikiran sampai ke bagian yang cukup dalam? Jujur saja, buku ini salah satunya. Sebelum ngobrolin ini buku. Saya merasa wajib mengingatkan. Buku ini sangat tidak dianjurkan bagi pembaca yang tidak memiliki pemahaman dasar yang baik mengenai agama. Terlebih bagi yang meyakini bahwa agama dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang harus berdiri terpisah. Buku ini cukuppenuh dengan berbagai pertanyaan yang bila salah dipahami akan menjebloskan kita pada keyakinan bahwa agama itu sia-sia. Sejujurnya sih, pemahaman ini, juga bakal kita dapat, kalau kita seperti salah satu tokoh utama dalam cerita, yang menjalankan 'agama'nya, tanpa memahami, cuma ngejalanin kebiasaaan turun temurun. Buku ini adalah pertemuan pertama saya dengan Terry Pratchett .

The First Day

" Dari manakah fajar berawal ? " Kalimat yang mengawali paragraf pertama buku The First Day, langsung memerangkap hati saya untuk membeli buku karya Marc Levy ini. Saya selalu tertarik dengan sejarah alam semesta. Sejarah tata surya, sejarah planet, sejarah peradaban, sejarah manusia dan eksistensinya di alam. Sebagai muslim, soal awal mula manusia sudah jelas. Allah menciptakan Nabi Adam Alaihissalam. Lalu eksistensi manusia dimulai. Saya bukan pendukung teori evolusi. Meyakini bahwa berbagai manusia purba seperti Homo Neanderthal, adalah jenis manusia seperti kita, berbeda namun sama manusia, dan mereka punah. seperti kita bisa saja punah. Titik. Mengesampingkan teori evolusi secara mutlak, saya tetap tertarik mempelajari sejarah dan kisah alam semesta. Sejarah manusia dari berbagai sisi, termasuk sisi sejarah yang disembunyikan. Dan itu yang saya rasakan ketika membaca buku karya penulis besar eropa ini.

The Cuckoo's Calling

Setelah satu tahun lamanya, akhirnya saya kembali punya waktu menulis di blog. (Haduh, dramatisasi yang terlalu maksa) Banyak buku yang sudah dibaca dalam beberapa bulan terakhir ini. Fiksi dan non fiksi. Pelican Brief (John Grisham), Labirynth (Kate Mosse), Tarikh Aceh dan Nusantara (H. M. Zainuddin), Dua Jiwa Satu Syurga (Rahmat Idris), membaca ulang The First Day-nya Marc Levy sambil ngomel  karena sekuelnya The First Night tidak pernah berhasil ditemukan. Sampai ke menemukan kembali dua buku lama yang hilang, Supernova: ksatria, putri, dan bintang jatuh-nya Dee, dan Pesantren Impian Asma Nadia. Intinya banyak buku yang dibaca dalam tiga bulan ini. Dan artinya, ada banyak buku yang bisa diobrolin. Salah satunya adalah the Cuckoo's Calling karya Robert Galbraith. Buku ini istimewa, karena buku ini merupakan buku 'keluar dari zona nyamannya' J. K. Rowling. Yup, buat penyuka buku, apalagi penggemarnya Rowling, pasti tahu. Robert Galbraith adalah nama alias J. K. Ro

1984

Setiap penyuka buku, selalu memiliki buku yang paling disukainya. Yang punya tempat tersendiri melebihi buku lainnya. Ada yang hanya punya satu dua, tapi tak jarang ada juga yang memiliki daftar sederet buku istimewa. Buku ini, 1984, karya George Orwel, adalah salah satu buku yang paling saya sukai. Bukan karena buku ini (katanya) menjadi sumber inspirasi untuk reality show 'Big Brother'. Tapi karena ini buku yang sangat luar biasa untuk zamannya. Ide dan konsep di dalamnya, yang hanya fiksi ilmiah pada saat buku ini di tulis, kemudian terbukti menjadi realitas ilmiah, dimasa kini. Dan dituliskan dengan sangat apik. Diterbitkan pada tahun 1949, buku ini merupakan karya terakhir dari George Orwel. Ia meninggal tujuh bulan kemudian. Buku ini juga sempat menjadi sumber sensasi ramalan dunia, ketika banyak pembaca menunggu-nunggu apakah tahun 1984 akan terjadi seperti yang dituliskan Orwel. Mengambil seting masa depan, buku ini menceritakan tentang kehidupan Oceania pada ta