Skip to main content

Dunia Kata, Dunia Tanpa Batas

Source : Getty Images | #486025853
" Jika kau bukan anak raja 
dan juga bukan anak ulama besar, 
maka menulislah." 
(Imam Al-Ghazali)


Dunia Kata, mungkin itu istilah paling tepat untuk menggambarkan buku.

Saya mengenal buku sejak masih kanak-kanak. Dimulai dari buku kecil yang saya 'baca' saat saya bahkan belum bisa membaca. Buku-buku kecil itu bercerita tentang Mowgli, Baloo, Bagheera, Shere Khan, dan kehidupan mereka di hutan. Mamak menceritakan bahwa saya menghafal setiap kata pada halaman-halaman buku kecil itu. Mengulangnya dengan gaya seolah sedang membaca, namun tepat setiap halaman.
Setelah dewasa saya baru tahu bahwa buku kecil itu adalah versi untuk anak-anak, dari buku Jungle Book karya Rudyard Kipling, penulis Inggris yang terkenal.
Sejak mulai bisa membaca, buku menjadi bagian penting dalam kehidupan saya. Awalnya sebagai alat untuk mengisi waktu, karena masa kanak-kanak saya, kurang bebas bermain di luar rumah. Lalu buku berubah menjadi kebutuhan untuk mengisi berbagai ruang kosong. Teman yang memenuhi kebutuhan yang tak bisa didapatkan dari teman sebaya yang enggan untuk berdiskusi.

Memasuki masa SMA buku menjadi dunia bagi saya. Bila teman-teman sering mengeluh soal tugas merangkum buku bacaan dari guru bahasa, saya justru gembira. Menjelajahi pustaka sekolah saya menemukan dunia yang menarik, sebagian teman memilih buku yang mudah dirangkum, saya malah membaca karya Sutan Takdir Alisjahbana, Abdoel Muis, A. Navis, Marah Roesli, NH. Dini dan banyak lagi. Di pustaka sekolah juga saya pertama kali membaca karya Karl May, Di Pelosok-pelosok Balkan.

Saat les bahasa inggris sore harinya pun saya lebih banyak membolos ke rental buku, tak jauh dari tempat les. Membaca buku-buku silat Kho Ping Ho, Novel Mira W, serial detektif Agatha Christie, menemukan bahwa Enyd Blyton tak hanya menulis Lima Sekawan, mengenal Mary Higgins Clark, Danielle Steel, Sydney Sheldon, Jhon Grisham, sempat juga membaca Barbara Cartland dan Nora Robert sebelum kemudian memutuskan tak akan membacanya lagi. Terpesona dengan The Notebook-nya Nicholas Spark, kagum dan menyukai buku-bukunya Michael Crichton. Juga menemukan bahwa selain Hercule Poirot ada satu lagi detektif hebat yaitu Alex Cross, dalam novel Along Came Spider-nya James Patterson.

Buku membawa saya menelusuri banyak dunia. Buku menjadi Pintu Ajaib yang membawa saya ke berbagai tempat. Dunia Kata dalam arti yang paling luas. Dunia yang dibangun dengan kombinasi rangkaian kata dan imajinasi yang tak terbatas.

Lihatlah Tolkien, yang dengan kekuatan imajinasinya bukan hanya menciptakan cerita. Namun gabungan imajinasi dan pengetahuan yang dimilikinya menciptakan sebuah dunia, Midle Earth. Kisah Lord of The Ring, dan The Hobbit, menjadi sebuah dunia yang hidup.

Buku juga membawa saya melintasi waktu dan zaman. Sebut saja Day of The Jackal dan Odessa File-nya Frederick Forsyth, yang membawa pembacanya pada masa-masa setelah perang dunia pertama dan tahun 80'an. Keduanya mengambil lokasi di eropa, walaupun Day of The Jackal lebih terfokus di Perancis dan Odessa File di Jerman.

Bukan hanya dari luar negeri. Perjalanan kembali ke masa lalu juga saya rasakan saat membaca buku-buku seperti Tengelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah (HAMKA), yang bukan hanya kaya dengan kehalusan bahasa dan tata bahasa yang indah, namun juga kaya dengan detil sejarah, periode waktu masa lalu saat buku itu ditulis.

Sedangkan buku-buku seperti Heroes of The Valley (Jonathan Stroud), Kisah Dua Kota (Charles Dickens), Les Miserables (Victor Hugo) dan The Prague Cemetery (Umberto Eco), membawa saya dalam intrik kehidupan yang sangat rumit, realita yang sering kita kesampingkan dan tak mau kita akui namun sebenarnya jauh dalam diri kita ada kesadaran tentang betapa kerasnya hidup ini.

Tak tahu sejak kapan, tapi saya telah jatuh cinta pada buku, dan masih mencintainya.

Comments

  1. Wah..buku udah jadi soulmate sejak kecil bang, pantes saja...setiap rangkaian kata-katanya penuh makna dan pesona. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, enaknya sering membaca bisa 'nyontek' gaya bahasa dikit.

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. memang benar ya pak sebaik-baik teman adalah buku,
    salut dengan bacaannya yang lintas masa dan benua,hehehe
    kalau baru ngajak kenalan sama buku,mudah2an bisa jadi teman akrab.:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe, asal jangan sampai gak temenan ma yang lain.

      Delete
  4. wah, sebanyak itu? saya hanya mengenali beberapa buku saja yang pernah saya tamatkan ... meskipun juga menyukai membaca dan perpustakaan ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

3 Serial Karya Enid Blyton Yang Paling Saya Sukai

Lima sekawan, serial paling populer dari penulis Inggris  Enid Blyton . Serial ini yang pertama kali saya baca dari sekian banyak buku karya Blyton yang kemudian saya baca, bertahun-tahun sejak saya masih anak-anak hingga SMA. Tapi dari semua buku Blyton, yang paling saya sukai bukanlah lima sekawan. Ada tiga seri yang saya sukai: Seri Petualangan, The Adventures Series Seri Empat Petualang, The Adventurous Four Seri Empat Serangkai,  The Secret Series Sedikit berbeda dengan lima sekawan, ketiga serial ini memiliki keunikan dalam petualangan mereka. Tempat yang menjadi latar yang umumnya lebih unik dan menarik, juga jalan cerita yang sedikit lebih rumit. Sebut saja Seri Petualangan , yang terdiri dari delapan buku ini, umumnya mengambil setting diberbagai tempat baik di Inggris, scotlandia, hingga ke perairan mediterania.  Delapan buku dalam seri Petualangan, semua judulnya diawali dengan kata 'petualangan' : Petualangan di Lembah Maut  Petualangan di

TIRAI, Penutup Panggung Kehidupan Hercule Poirot

Sejak pertama kali membaca kisah detektif karya 'Diva Novel Detektif' Agatha Christie, saya jatuh cinta dengan karakter Hercule Poirot. Gayanya yang selalu elegan, sok berkelas, dan sangat membanggakan kemampuan analisisnya. Berbeda dengan gaya detektif legendaris Inggris lainnya, Sherlock Holmes. Yang metodenya terkadang tidak masuk akal. Mengenali jenis abu tembakau, mengenali jenis tanah, lumpur yang begitu dilihat langsung dikenali hanya ada di sungai tertentu. Kemampuan deduksi Sherlock pun agak terlalu berlebihan. Sebaliknya, terlepas dari kesombongan dan penilaian yang terlalu tinggi terhadap kemampuannya, Hercule Poirot, lebih manusiawi. Tirai, edisi aslinya Curtain, dirilis tahun 1975. Adalah penutup dari kisah Hercule Poirot. Ada yang unik pada Tirai. Sepertinya Agatha Christie memiliki impian untuk memulai dan mengakhiri kisah Poirot, di Styles. Dimulai di desa Styles, kasus Pembunuhan di Styles merupakan novel perdana Agatha yang memperkenalkan tokoh Herc

Bu Kek Sian Su

Pertama kali saya membaca buku silat karya  Asmaraman S. Kho Ping Ho  adalah ketika saya baru tamat SD. Saat itu saya terpaksa liburan di rumah. Karena menjalani kewajiban yang mesti dijalani oleh semua anak laki-laki, sunat. Ayah saya yang mewariskan kecintaan pada buku dan membaca, memang penyuka Kho Ping Ho, kebetulan juga saat itu menyewa serial silat cina dari satu penyewaan buku di kota Banda Aceh. Buku yang beliau sewa adalah serial Bu Kek Sian Su. Bu Kek Siansu adalah episode pertama yang mengawali serial silat yang keseluruhannya terdiri atas 17 seri  Bu Kek Sian Su, Suling Emas, Cinta Bernoda Darah, Mutiara Hitam, Istana Pulau Es, Kisah Pendekar Bongkok, Pendekar Super Sakti, Sepasang Pedang Iblis, Kisah Sepasang Rajawali, Jodoh Rajawali, Suling Emas dan Naga Siluman, Kisah Para Pendekar Pulau Es, Suling Naga, Kisah si Bangau Putih, Kisah si Bangau Merah, Si Tangan Sakti, dan Pusaka Pulau Es.